SMK NUSA DIRGANTARA LOMBOK TENGAH

Mewujudkan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang berkualitas prima menuju standar internasional.

SMK PENERBANGAN NUSA DIRGANTARA LOMBOK TENGAH

Menghasilkan lulusan yang kompeten di bidangnya, unggul dalam iptek, imtaq dan mandir.

SMK NUSA DIRGANTARA LOMBOK TENGAH

Menjadikan SMK Unggulan dengan siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, disiplin, cerdas, terampil, profesional, fleksibel dan berkepribadian yang mantap serta terserap di dunia usaha dan dunia industri penerbangan.

SMK NUSA DIRGANTARA LOMBOK TENGAH

Menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi pada era globalisasi.

SMK PENERBANGAN NUSA DIRGANTARA

Menghasilkan lulusan yang berwawasan kearifan lokal.

Friday, December 25, 2015

SMK Nusa Dirgantara - Memories OJT in PT.IAS Jakarta 2014

Dukungan Pemerintah dan Masyarakat

Dukungan Pemerintah dan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan  SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah cukup besar, hal ini dibuktikan dengan besarnya perhatian Dinas Kabupaten  terhadap perkembangan  SMK  Nusa Dirgantara Lombok Tengah dan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan fisik dan sarana prasarana sekolah. 

Keadaan Pegawai dan Tenaga Kependidikan SMK Penerbangan Nusa Dirgantara Lombok Tengah

  Keadaan  Pegawai dan Tenaga Kependidikan


NO
KUALIFIKASI TENAGA
JUMLAH
PENDIDIKAN
KET
1.
Kepala Sekolah
1
S1
-
2.
Ketua Jurusan/Kaprog Kurikulum
2
S2
-
3
Guru




1. Guru Adaptif
5
S1
-
2. Guru Normatif
10
S1
-
3. Guru Produktif
4
S1,D3
-
4. Guru BP/BK
1
S1
-

Jumlah
23


4
Tenaga Administrasi
6
S1
-
5
Penjaga Sekolah
1
SD
-

SMK Penerbangan Nusa Dirgantara Lombok Tengah

SMK sebagai wadah pendidikan dan pelatihan senantiasa dituntut melakukan peningkatan kualitas pembelajaran dari waktu ke waktu. Tantangan pembelajaran hari ini dan esok tidak mungkin dapat direspon dan diselesaikan dengan strategi pembelajaran yang dimiliki hari kemarin. Pada satu sisi SMK harus bertanggung jawab membekali siswanya dengan kompetensi-kompetensi yang memadai untuk menghadapi tantangan pasar kerja. Disisi lain  kebutuhan tenaga kerja terus bergerak menyesuaikan perubahan fenomena ketenagakerjaan pasar global.
Menghadapi perubahan paradigma sebagaimana tersebut di atas, kebijakan Dinas Pendidikan Nasional pada era otonomi daerah telah mendelegasikan sebagian peran dan tugas pengembangan pendidikan kepada  Pemerintah Daerah, masyarakat dan sekolah itu sendiri. Dengan demikian SMK yang menjadi aset Pemda dan masyarakat sudah seharusnya melakukan perubahan-perubahan secara bertahap ke arah yang lebih baik, efektif, dan efisien. 
Sebagai wujud aktualisasi dan komitmen pemerintah daerah dan pusat dalam rangka mendorong dan mendukung kreatifitas pendidikan untuk melakukan perubahan tersebut, maka pada setiap tahun menyediakan dana Subsidi Inovasi Pengembangan pendidikan.
Sehubungan dengan upaya mewujudkan dan menindaklanjuti Kebijakan pemerintah tentang Reposisi Pendidikan Kejuruan menjelang tahun 2020 mengisyaratkan bahwa arah Pembinaan dan Pengembangan Sekolah berorientasi pada penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menjadi asset pemerintah daerah dalam rangka otomoni daerah sekaligus mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan daya saing untuk menghadapi era global.
Sebagai konsekuensinya adalah SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan merasa berkewajiban untuk berperan serta membekali tamatannya dengan kecakapan hidup ( life skill ) secara integratif, yang memadukan potensi generic dan spesifik, guna memecahkan dan mengatasi problema hidup. Kecakapan hidup yang mestinya dimiliki oleh setiap tamatan yang akan terjun ke masyarakat tersebut antara lain, Kecakapan mengenal diri ( personal skill ), kecakapan berpikir rasional ( thinking skill ), kecakapan social           ( social skill ), kecakapan akademik    ( academic skill ) dan kecakapan kejuruan           ( vocational skill ). Disisi lain belakangan ini angka pengangguran semakin tinggi.

Program Keahlian Air frame dan Power Plant yang dikembangkan di SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah  berhasil mengembangkan misi Pendidikan Nasional dan menghasilkan lulusan yang benar-benar professional dan berdaya guna di masyarakat, bilamana terdapat kondisi ideal yang terpenuhi. Diantaranya peralatan praktek yang memadai, kurikulum (silabus) diklat yang mutahir dan tenaga pengajar yang kompeten. Tiga hal inilah yang akan bersama-sama diwujudkan oleh SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah  dengan dukungan penuh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah dan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Komitmen bersama ini penting guna merealisasikan semua hal telah diuraikan di atas. 

Tuesday, December 22, 2015

Apa Yang Terjadi Jika Mesin Pesawat Mati?

Apakah pesawat akan jatuh kalau mesin pesawat mati pada saat pesawat di udara?
"Tidak".
apakah pesawat akan oleng?
"Tidak"
Meledak?
"Tidak"
Pesawat bersayap tetap bermesin tunggal(satu buah),akan tetap melayang di udaran dan akan kehilangan ketinggian pada saat mesin mati.
Pesawat bersayap tetap dengan mesin ganda (lebih dari satu),jika salah satu mesinnya mati masih mampu terbang pada ketinggian tertentu.

Apa yg dilakukan Pilot Saat Mesin Mati?
Penerbang Pesawat apapun pada saat menerbangkan pesawatnya setiap saat selalu mencari tempat yang aman untuk mendarat darurat. jadi pada saat mesin mati, dia langsung mengendalikan pesawatnya ke tempat yang paling aman
Jika pesawat hanya mempunyai satu mesin, pilot akan berkonsentrasi untuk mengendalikan pesawatnya dan jika pesawat dalam keadaan stabil dia akan mencoba menyalakan kembali mesin pesawatnya. langkah lain yang dilakukan adalah memberi konfirmasi kepada ATC(Air Traffic Control) atau pesawat lain di frekuensi radio bahwa dia sedang dalam kondisi bahaya.

untuk pesawat yang bermesin ganda, pesawat tidak serta merta turun. masih ada tenaga dari mesin yang lain yg masih bekerja. bahkan sebuah Airbus A340 yg memiliki 4 mesin sanggup terbang ketujuan hanya dengan 3 mesin.
Pesawat yang bermesin 2 buah, dapat terbang sampai ketinggian tertentu yg disebut dengan Single Engine Ceiling(apa itu ceiling?nanti saya kasih tau ). jadi misalnya sebuah Airbus A340 mempunyai ketinggian maksimum terbang (Service Ceiling) sampai 41500 kaki, maka singel engine ceilingnya akan lebih rendah. dengan berat tertentu dan hanya satu mesin saja yg beroprasi, pesawat tersebut mungkin hanya mampu terbang pada ketinggian 28000 kaki.Single engine ceiling ini bergantung pada berat pesawat dan suhu udara pada saat itu. makin berat pesawat dan makin tinggi suhu makin rendah Single engine ceiling nya.
Penerbang Pesawat bermesin ganda pada dasarnya akan melakukan hal yg sama pada saat mesin mati, yg membedakan adalah pada saat itu dia akan menambah tenaga mesin yg masih berfungsi untuk menjaga ketinggian pesawat selama mungkin.
Menyalakan kembali Mesin Pesawat
Pada saat masih melayang(glide) di udara, mesin pesawat masih berputar karena aliran udara yg melewati baling-baling atau bilah turbin. Putaran karna aliran udara ini disebut windmilling. seperti halnya mesin mobil dan motor, mesin pesawat mungkin saja dinyalakan kembali, tergantung pada tingkat kerusakannya.

Kalau Mesin motor dengan transmisi manual dimatikan pada jalan menurun, maka jika kita biarkan motor meluncur dan kunci kotak kita nyalakan kembali dengan transmisi tidak dalam keadaan netral maka mesinnya akan menyala kembali. syaratnya adalah kecepatannya cukup untuk memutar mesin.
Hal yg sama juga terjadi pada pesawat. untuk menyalakan mesin dengan windmilling dibutuhkan kecepatan tertentu untuk memutar baling-baling yg juga memutar piston mesin pesawat atau bilah turbin dalam mesin turbin.
Pesawat bermesin ganda masih mempunya tenaga dari mesin yg menyala jadi mungkin tidak perlu melakukan windmilling untuk menyalakan mesin yg mati.
Setiap jenis pesawat dan jenis mesin yg digunakan mempunyai prosedur berbeda-beda untuk menyalakan kembali mesin di udara. cerita diatas adalah gambaran secara garis besar saja.
Jika sebuah pesawat bermesin ganda mengalami mati mesin pada semua mesinnya dan masih ada kemungkinan untuk dinyalakan kembali, maka langkah pertama adalah mencoba menyalakan mesin dengan windmilling dan tenaga baterrai(Aki).
Spoiler for :

Penerbang bersayap putar atau helikopter dan akan membiarkan helikopternya turun dan menjaga putaran rotor sampai helikopternya dekat dengan permukaan lalu akan menggunakan putaran ini untuk mengurangi kecepatan vertikan sehingga dapat mendarat dengan aman.
Pada Pesawat yg dilengkapi dengan APU(Auxlliary Power Unit(Apaan lagi nih?.nanti ane jelasin gan)), maka penerbang akan menyalakan APU dan akan mencoba menyalakan mesin dengan tenaga adi APU. Setelah APU Menyala maka kelistrikan dan tenaga pneumatik di pesawat akan kembali tersedia.
Kalau kita membaca berita dan sejarah penerbangan ada beberapa kasus menarik untuk jadi pelajaran bagi insan penerbangan. pada tahun 1982 sebuah pesawat Boeing B747 British Airways dengan call Sign "Speedbird 9" mengalami mesin mati pada keempat mesinnya karna abu vulkanik dari gunung Galunggung yg meletus di jawa barat. Mesin akhirnya berhasil dinyalakan oleh awak pesawatnya dari dua penerbang dan seorang FE(Flight Enginer).
Peristiwa Mesin mati lainnya adalah pesawat Airbus A330 penerbangan Air Transat 236 yg mengalami kebocoran bahan bakar dan pesawat melayang tanpa mesin sejauh 120km dan berhasil mendara dengan selamat di pulau yg berada di tengah pulau atlantik.
Kasus lainnya adalah US Airways Nomer penerbangan 1549 yg mendarat di sungai hudson karena kedua mesinnya ketubruk burung(Bird Strike).

Di Indonesia, Penerbangan Garuda Indonesia Nomerpenerbangan GA 421 pada bulan januari 2002 mengalami mesin mati dan berhasil mendarat darurat di sungai bengawan solo dengan korban salah seorang awak kabin yg terlempar keluar pada saat pesawat membentur batuan sungai.
Ada beberapa faktor yg membuat mesin pesawat tidak bisa dihidupkan kembali. kebocoran bahan bakar,baterai yg tidak terisi sempurnya(soak akinya),kerusakan struktur mesin karna adanya benda masuk(Bird Strike),ketinggian yg tidak cukup untuk menyalakan mesin,kebakaran di dalam mesin,dan lain lain.
Mesin Mati Saat Take-off
Pada pesawat bermesin tunggal, jika terjadi mesin mati tidak ada yg di perbuat kecuali mencoba mendaratkan kembali pesawatnya di landasan, jika pesawat sudah meninggalkan landasan yg bisa dilakukan adalam mencoba mendarat di tempat yg aman dan tidak menimpa orang yg ada di darat
Pesawat bermesin ganda memiliki dua kemungkinan jika mesin mati pada saat lepas landas, membatalkan take-off(reject take-off) jika kecepatan kurang dari v1 dan melanjutkan take-off jika kecepatan lebih dari V1.
jika pesawat harus melanjutkan take-off , maka pilot akan menaikan pesawat ke ketinggian aman sebelum mencoba menyalakan kembali mesin pesawatnya. ketinggian yg aman ini adalah ketinggian di atas obstacle (bukit,gunung,gedung,antena,dll) di daerah tersebut. setelah pesawat berada ketinggian yg aman dan mesin tidak berhasil di nyalakan kembali barulah pilot menyiapkan pesawatnya untuk mendarat. pada kondisi darurat seperti kebakaran mesin yg tidak dapat di kendalikan, pilot akan mendaratkan pesawatnya secepat mungkin.
sumber:internet

Guru dan Staf SMK Penerbangan Nusa Dirgantara Lombok Tengah


Guru dan Staf SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah


Zaenal Arifin, S.Pd
Pend. Jasmani dan Kesehatan
S1 IKIP Mataram
Ahmad Mu'tasimbillah, S.Pd
Bahasa Indonesia
S1 (UM Mataram)


Saparudin, S.Pd
Bahasa Inggris
S1 (Universitas Islam Malang)


Lalu Hendri Hidayat, S.Pd
Kewarganegaraan
S1 (Universitas Mataram)



Safarudin, S. Kom
KKPI
S1 ( STMIK Akakom Yogyakarta)
Bakri, S.Pd
Matematika
S1 (IAIN Mataram)
                            


Bq. Rusmana Isnaini, S.PdIPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
S1 (IKIP Mataram)
Nursaihan Utami, S.PdIPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
S1 (IAIN Mataram)
                                   













Monday, December 21, 2015

PROGRAM KEAHLIAN

AIRFRAME AND POWERPLANT

Airframe Powerplant, atau disingkat AP. Airframe artinya kerangka pesawat terbang dan Powerplant artinya mesin penghasil tenaga dorong pesawat terbang. Jurusan ini mengulas dan mempelajari tentang bagaimana cara merawat atau memelihara dan memperbaiki pesawat terbang dan akan dibentuk untuk menjadi teknisi atau mekanik pesawat terbang nantinya. Adik-adik akan belajar tentang seluk-beluk perawatan pesawat terbang, mulai dari strukturnya, sistemnya, sampai bagian mesinnya


ELECTRICAL AVIONIC

Electrical Avionic, atau disingkat EA. Kalau memilih jurusan ini nanti adik-adik akan mempelajari tentang cara merawat dan memperbaiki Avionic, Avionic itu dari kata Aviation dan Electronic, yang mana artinya adalah segala bentuk kelistrikan dan digitalisasi yang ada di dalam pesawat terbang. Mulai dari sumber listrik, listrik untuk penerangan, radio-radio komunikasi, instrumen-instrumen yang ada di ruang kendali, hingga kelistrikan sistem autopilot. 


ELECTRONIKA INDUSTRI

Elektonika Industri, atau disingkat EI. Kalau yang ini tidak kalah canggihnya dengan yang lain. Jurusan EI juga masih mempempelajari tentang segala macam bentuk kelistrikan, tetapi jurusan EI mempelajarinya untuk tujuan yang lebih luas dan universal. Di jurusan ini adik-adik akan dikenalkan cara membuat rangkaian listrik, jenis-jenis komponen kelistrikan, memperbaiki dan membuat perangkat elektronik sendiri seperti laptop, televisi, handphone, alat digital industri, sampai membuat robot sendiri.

 Teknik Pendingin dan Tata Udara (TPTU)

Di sini akan dipelajari banyak tentang dinamika udara dan cara memanfaatkan komponen-komponen mesin pendingin udara. Di sini juga kita akan mendalami bagaimana cara memperbaiki, merawat, dan merangkai alat pendingin sendiri, mulai dari pendingin rumah, lemari pendingin makanan, mesin pendingin untuk gedung bertingkat, hingga mesin pendingin pada dunia perindustrian! wah pastinya ini tidak kalah keren dengan jurusan-jurusan lain. 


Visi dan Misi SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah

Visi :
      Menjadikan SMK Nusa Dirgantara Lombok Tengah kebanggaan nasional yang memiliki daya saing global, cerdas, terampil, disiplin dengan landasan akhlak mulia.


Misi :
1. Membentuk peserta didik dengan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri lokal, nasional dan global.
2.      Mengubah peserta didik dari status beban menjadi asset bagi pembangunan nasional.
3.      Menjadikan sekolah sebagai pusat budaya, pendidikan dan latihan.
4.    Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif riligius untuk meningkatkan kinerja warga sekolah.

Friday, December 18, 2015

Theory of Gas Turbine Engines

gas-turbine-majarimagazine-300x209
1. GENERAL
The laws of physics and fundamentals pertaining to the theory of jet propulsion. The gas turbine engines used to power Army aircraft are turboshaft powerplants. The energy produced drives the power shaft. Energy is generated by burning the fuel-air mixture in the engine and accelerating the gas tremendously. These high-velocity gases are directed through turbine wheels which convert the axial movement of the gas to a rotary motion. This rotary power is used to drive a powershaft, which drives a propeller or a rotor transmission.
2. LAWS OF MOTION
The theory of gas turbine engines is based on the laws and principles of physics discussed in the subparagraphs that follow.
Newton‘s First Law of Motion. The first law states that a body in a state of rest remains at rest, and a body in motion tends to remain in motion at a constant speed and in a straight line, unless acted upon by some external force.
Newton‘s Second Law of Motion. The second law states that an imbalance of forces on a body produces or tends to produce an acceleration in the direction of the greater force, and the acceleration is directly proportional to the force and inversely proportional to the mass of the body.
Newton‘s Third Law of Motion. The third law states that for every action there is an equal and opposite reaction, and the two are directed along the same straight line.
Bernoulli’s Principle. This principle states that if the velocity of a gas or liquid is increased its pressure will decrease. The opposite is also true. If the velocity of a gas or liquid is decreased its pressure will increase. This fact relates directly to the law of conservation of energy.
Einstein’s Law of Conservation of Energy. This law states that the amount of energy in the universe remains constant. It is not possible to create or destroy energy; however, it may be transformed.
Boyle’s Law. This law states that if the temperature of a confined gas is not changed, the pressure will increase in direct relationship to a decrease in volume. The opposite is also true — the pressure will decrease as the volume is increased. A simple demonstration of how this works may be made with a toy balloon. If you squeeze the balloon, its volume is reduced, and the pressure of air inside the balloon is increased. If you squeeze hard enough, the pressure will burst the balloon.
Charles’ Law. This law states that if a gas under constant pressure is so confined that it may expand, an increase in the temperature will cause an increase in volume. If you hold the inflated balloon over a stove, the increase in temperature will cause the air to expand and, if the heat is sufficiently great, the balloon will burst. Thus, the heat of combustion expands the air available within the combustion chamber of a gas turbine engine.
Pressure and Velocity. Air is normally thought of in relation to its temperature, pressure, and volume. Within a gas turbine engine the air is put into motion so now another factor must be considered, velocity. Consider a constant airflow through a duct. As long as the duct cross-sectional area remains unchanged, air will continue to flow at the same rate (disregard frictional loss). If the cross-sectional area of the duct should become smaller (convergent area), the airflow must increase velocity if it is to continue to flow the same number of pounds per second of airflow (Bernoulli’s Principle). In order to obtain the necessary velocity energy to accomplish this, the air must give up some pressure and temperature energy (law of conservation of energy). The net result of flow through this restriction would be a decrease in pressure and temperature and an increase in velocity. The opposite would be true if air were to flow from a smaller into a larger duct (divergent area); velocity would then decrease, and pressure and temperature would increase. The throat of an automobile carburetor is a good example of the effect of airflow through a restriction (venturi); even on the hottest day the center portion of the carburetor feels cool. Convergent and divergent areas are used throughout a gas turbine engine to control pressure and velocity of the air-gas stream as it flows through the engine.
3. THEORY OF JET PROPULSION
The principle of jet propulsion can be illustrated by a toy balloon. When inflated and the stem is sealed, the pressure is exerted equally on all internal surfaces. Since the force of this internal pressure is balanced there will be no tendency for the balloon to move.
Picture1
If the stem is released the balloon will move in a direction away from the escaping jet of air. Although the flight of the balloon may appear erratic, it is at all times moving in a direction away from the open stem.
Picture2
The balloon moves because of an unbalanced condition existing within it. The jet of air does not have to push against the outside atmosphere; it would function better in a vacuum. When the stem area of the balloon is released, a convergent nozzle is created. As the air flows through this area, velocity is increased accompanied by a decrease in air pressure. In addition, an area of skin against which the internal forces had been pushing is removed. On the opposite internal surface of the balloon, an equal area of skin still remains. The higher internal pressure acting on this area moves the balloon in a direction away from the open stem. The flight of the balloon will be of short duration, though, because the air in the balloon is soon gone. If a source of pressurized air were provided, it would be possible to sustain flight of the balloon.
4. THEORY OF GAS TURBINE ENGINES
If the balloon were converted into a length of pipe, and at the forward end an air compressor designed with blades somewhat like a fan were installed, this could provide a means to replenish the air supply within the balloon.
Picture3A source of power is now required to turn the compressor. To extend the volume of air, fuel and ignition are introduced and combustion takes place. This greatly expands the volume of gas available.
Picture4
In the path of the now rapidly expanding gases, another fan or turbine can be placed. As the gases pass through the blades of the turbine, they cause it to rotate at high speed. By connecting the turbine to the compressor, we have a mechanical means to rotate the compressor to replenish the air supply. The gases still possessing energy are discharged to the atmosphere through a nozzle that accelerates the gas stream. The reaction is thrust or movement of the tube away from the escaping gas stream. We now have a simple turbojet engine.
Picture5
The turbojet engine is a high-speed, high-altitude powerplant. The Army, at present, has no requirement for this type of engine. Because it is simple and easy to operate and maintain, however, the Army does use the gas turbine engine. The simple turbojet engine has primarily one rotating unit, the compressor/turbine assembly. The turbine extracts from the gas stream the energy necessary to rotate the compressor. This furnishes the pressurized air to maintain the engine cycle. Burning the fuel-air mixture provides the stream of hot expanding gas from which approximately 60 percent of the energy is extracted to maintain the engine cycle. Of the total energy development, approximately 40 percent is available to develop useful thrust directly.
If we had ten automobile engines that would equal the total shaft horsepower of a turbine engine, it would take six of these engines to turn the compressor, and the other four would supply the power to propel the aircraft. The amount of energy required to rotate the compressor may at first seem too large; however, it should be remembered that the compressor is accelerating a heavy mass (weight) of air towards the rear of the engine. In order to produce the gas stream, it was necessary to deliver compressed air by a mechanical means to a burner zone. The compressor, being the first rotating unit, is referred to as the N1 system.
With a requirement for an engine that delivers rotational shaft power, the next step is to harness the remaining gas stream energy with another turbine (free turbine). By connecting the turbine to a shaft, rotational power can be delivered to drive an aircraft propeller, a helicopter rotor system, a generator, a tank, an air cushion vehicle (ACV), or whatever is needed. The power shaft can extend from the front, back, or from an external gearbox. All of these locations are in use on various types of Army engines at present.
The following sketch shows a turboshaft engine with the power shaft extended out the front. The bottom sketch shows the same engine with the power shaft extending out the back.
The basic portion of the turbine engine, the gas producer, extracts approximately 60 percent of the gas stream energy (temperature/pressure) to sustain the engine cycle. To develop rotational shaft power, the remaining gas stream energy must drive another turbine. In Army engines today, a power turbine that is free and independent of the gas producer system accomplishes this task. The power turbine and shaft (N2 system) are not mechanically connected to the gas producer (N1 system). It is a free turbine. The gas stream passing across the turbines is the only link between these two systems. The free-turbine engine can operate over wide power ranges with a constant output-shaft speed.
Picture6
Picture7
In operation, the gas producer (N1) system automatically varies its speed, thereby controlling the intensity of the gas stream in relation to the load applied to the power (N2) shaft. This is accomplished by a fuel metering system that senses engine requirements. The free turbine design has revolutionized the methods of application of shaft turbine engines. Why a shaft turbine? Why is a perfectly good jet engine used to drive a propeller? Because in the speed range that Army aircraft operate, the propeller or helicopter rotor is more efficient. With a turbojet engine, power (thrust) produced is roughly the difference between the velocity of the air entering the engine and the velocity of the air exiting from the engine. Efficiency of the engine (power producer versus fuel consumed) increases with speed until it is 100 percent efficient when the forward speed of the engine is equal to the rearward speed of the jet. It is this low efficiency at takeoff and at low cruising speed (i.e., 400 mph) that makes the turbojet engine unsuitable for use in Army aircraft. The propeller does not lack efficiency at low speed; the reverse is true, in that efficiency falls off at high speed. The result is to harness the jet engine’s gas stream energy to drive a propeller or helicopter rotor system, thereby taking advantage of the best features of both.
Aircraft reciprocating engines operate on the four-stroke, five-event principle. Four strokes of the piston, two up and two down, are required to provide one power impulse to the crankshaft. Five events take place during these four strokes: the intake, compression, ignition, power, and exhaust events. These events must take place in the cylinder in the sequence given for the engine to operate.
Picture8
Although the gas turbine engine differs radically in construction from the conventional four-stroke, five-event cycle reciprocating engine, both involve the same basic principle of operation. In the piston (reciprocating) engine, the functions of intake, compression, ignition, combustion, and exhaust all take place in the same cylinder and, therefore, each must completely occupy the chamber during its respective part of the combustion cycle. In the gas turbine engine, a separate section is devoted to each function, and all functions are performed at the same time without interruption.
5. SUMMARY
The theory of gas turbine engine operation is based on the laws or principles of physics. The principle of jet propulsion can be illustrated by a toy balloon. When the balloon is inflated and the stem is unsealed the balloon will move in a direction away from the escaping jet of air. If the balloon is converted into a length of pipe, and at the forward end an air compressor is installed to supply air for combustion, and to expand the volume of air, fuel and ignition are introduced and combustion takes place. Then, in the path of the expanding gases a turbine rotor is installed. As the gases pass through the turbine blades, the turbine rotor is rotated at high speed. This turbine rotor is connected to the compressor shaft, and we now have a means to rotate the compressor to replenish the air supply. The remaining gases are discharged to the atmosphere. The reaction of these gases is thrust, or movement of the tube away from the escaping gases. This is a simple turbojet engine.
Picture9
In the turbojet engine, approximately 60 percent of the energy is extracted to rotate the compressor, while the remaining 40 percent is used to develop thrust. In the turboshaft engine, the remaining energy is used to drive a turbine rotor attached to a transmission or propeller. On a free-turbine engine, the gas stream passing across the turbines is the only link between the two turbine rotors. One turbine drives the compressor and the other turbine propels the aircraft. The free-turbine engine is used in Army aircraft.
The gas turbine engine differs radically in construction from the reciprocating engine in that the turbine engine has a separate section for each function, while in the reciprocating engine all functions are performed in the same cylinder.
Sumber : free-ed.net

Fly by Wire

Sepanjang sejarahnya, semua pesawat yang beroperasi menggunakan sirip-sirip kendali yang dapat bergerak di sayap ataupun di ekor pesawat  untuk mengubah arah terbangnya.
Sirip kendali di ekor pesawat
Pada bentuk pesawat yang umum, ada aileron/ kemudi guling di sayap yang fungsinya memiringkan pesawat ke kanan dan ke kiri. Ada yang namanya elevator yang berasal dari kata elevate (menaikkan), yaitu sirip yang ada di ekor untuk menaikkan dan menurunkan ekor pesawat sehingga hidung pesawat akan bergerak sebaliknya. Yang lainnya adalah rudder. Sama dengan kapal laut, rudder ini adalah kemudi pesawat untuk berbelok ke kanan ataupun ke kiri.
Kendali mekanik. Kabel, katrol dan batang (push rod)

Secara sederhana, pesawat kecil dan konvensional menggunakan kabel-kabel metal (besi, baja, dll), katrol, dan penahannya untuk menggerakkan sirip-sirip kendali tersebut atau menggunakan batang besi (push rod) baik yang terhubung langsung secara mekanik antara kemudi di kokpit dengan sirip-sirip tersebut ataupun sebagai perantara antara kabel dan sirip pesawat. Pemeliharaan alat kendali mekanik ini memerlukan beberapa hal, seperti pelumasan, pemeriksaan ketegangan kabel, pemeriksaan kabel dan katrol dan lain-lain.
Semakin maju teknologi pesawat terbang, semakin besar pula ukuran pesawat, semakin kuat dan besar pula kabel-kabel yang diperlukan untuk menggerakkan sirip-sirip kendali ini. Pada pesawat terbang yang cukup besar, tenaga manusia menjadi tidak efisien (baca:kurang kuat) untuk menggerakkan sirip-sirip kendali tersebut. Karena itu dibuatlah “power steering”, pembantu tenaga untuk menggerakkan sirip kendali seperti yang ada di kemudi mobil.
Setiap kali penerbang menggerakkan kemudinya, maka “power steering” ini mendapat “perintah” untuk membantu menggerakkan kendali sehingga tenaga manusia yang dibutuhkan sedikit saja. “Power steering” ini biasanya dirancang dengan menggunakan servo bertenaga hidrolik ataupun pneumatik. Sistem yang lebih kompleks ini pertama kali dibuat dengan cara menggabungkan sistem mekanik dan sistem hidrolik.
Kendali Hidromekanik

Semua sistem untuk memudahkan pengendalian pesawat ini ternyata menimbulkan “masalah” baru, yaitu menambah berat pesawat. Pesawat sederhana mungkin hanya mempunyai rudder, elevator dan aileron, tapi pesawat yang lebih besar membutuhkan spoiler, slat dan flap sebagai bantuan tambahan untuk mengendalikan terbangnya. Ukurannya pun akan sebanding dengan besar pesawatnya.
Banyaknya sirip kendali pada pesawat jet berbadan lebar

eperti halnya kendaraan lain, pesawat udara mempunyai batasan maksimum berat yang bisa ditanggung. Sebagai perumpamaan, sebuah mobil yang mempunyai berat maksimum 2 ton, maka bisa dipastikan mobil tersebut akan rusak jika diisi sampai total beratnya mencapai 2,5 ton. Hal ini akan menjadi lebih parah jika terjadi pada pesawat terbang, tidak hanya rusak tapi pesawat tersebut mungkin tidak akan bisa terbang.
Oleh karena itu pembuat pesawat selalu mencari cara untuk mengurangi berat pesawat sehingga menambah kapasitas muatannya, dalam dunia penerbangan muatan ini dikenal dengan istilah Load.
Cara yang paling umum dilakukan adalah mencari bahan yang ringan dan kuat untuk membuat pesawat terbang. Generasi awal pesawat terbang, banyak yang menggunakan kayu sebagai bahan utama. Kayu yang berat ini kadang digabungkan dengan bahan kain sebagai kulit pesawat. Kemudian teknologi metal dan komposit mengubah materi pembuatan pesawat dengan alasan kekuatan bahan dan beratnya yang lebih ringan.
Penggunaan bahan komposit dimulai pada perang dunia ke 2, pada waktu sebagian dari badan pesawat pembom B29 menggunakan bahan soft fibreglass. Kata Komposit sendiri bisa berarti bermacam-macam bahan dari fibreglass, carbon fiber cloth, Kevlar dll.
Fly By Wire
Sejalan dengan itu komputer juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kapasitas menyimpan dan memproses data dapat dilakukan oleh prosesor yang berukuran kecil dan ringan.
Dengan menggabungkan teknologi penerbangan dan komputer, para perancang pesawat mempunyai ide untuk membuang kabel kendali pesawat dan menggantikannya dengan kabel data yang lebih ringan.
Dengan cara ini penerbang tidak langsung menggerakkan sirip-sirip kendali dengan kemudi yang ada di kokpit, tapi hanya memberi sinyal ke komputer lalu komputer mengolahnya dan meneruskan sinyal perintah yang diperlukan ke servo hidrolik/penumatik yang menggerakkan sirip kendali pesawat. Servo-servo ini disebut aktuator.
Pada pesawat berbadan lebar, penggunaan kabel-kabel (wire) data yang menggantikan kabel kendali dari logam  dapat mengurangi berat sampai ratusan kilogram. Penggunaan kabel fibre optic juga mengurangi kerumitan kabel di pesawat. Maka pesawat-pesawat besar yang canggih pasti menggunakan cara ini yang juga dikenal dengan Fly By Wire.
Jantung dari sebuah pesawat dengan sistem fly by wire adalah komputer elektronik (Flight Control Computer, FCC). Pada waktu penerbang menggerakkan batang kendali pesawat, maka sensor di batang kendali akan mengirim sinyal ke FCC. FCC akan menghitung seberapa besar gerakan sirip kendali yang dibutuhkan dan kemudian mengirim sinyal ke aktuator yang akan menggerakkan sirip kendali sesuai dengan permintaan FCC.
Control LawSelain mengurangi berat dengan menghilangkan kabel-kabel logam dan katrol-katrol, sistem Fly By wire juga mempunyai kelebihan untuk membatasi gerakan pesawat udara.
Pada pesawat konvensional, penerbang dapat menggerakkan pesawat di luar batas kemampuannya, misalnya menukikkan pesawat dan menyebabkan pesawat sampai atau bahkan melebihi kecepatan maksimum yang dibolehkan. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan struktural dari pesawat dan bisa membuat pesawat hancur jika kecepatan dibiarkan melewati batas maksimumnya.
Dengan FCC, sinyal yang diberikan oleh penerbang diterima dan diolah sebelum diteruskan ke aktuator. Jadi jika sinyal ini akan menggerakkan pesawat lebih dari kemampuannya, maka FCC akan menolaknya dan memberikan sinyal gerakan normal ke aktuator. Gerakan aktuator juga dilaporkan sebagai umpan balik ke FCC.
Kumpulan aturan di FCC disebut Control Law. Control law ini akan memberikan proteksi/perlindungan pada pesawat agar tidak melebihi kemampuannya (operating envelope).
Salah satu contoh proteksi/perlindungan dari control law ini adalah dalam keadaan normal pesawat fly by wire seperti Airbus A320 tidak akan stall biarpun penerbang menarik batang kendali ke belakang dan memaksa menaikkan hidung pesawat. FCC akan membatasi sudut naiknya hidung pesawat (angle of attack) di nilai yang normal. Begitu juga dengan kemiringan pesawat yang dibatasi pada kemiringan 67°. Jika penerbang mencoba memiringkan pesawat lebih dari 67°, FCC akan tetap menahan kemiringan pesawat di 67° tersebut.
Contoh lain dari kelebihan control law yang diatur oleh komputer adalah mengurangi perbedaan reaksi pesawat pada kecepatan yang berbeda. Sama seperti pada sepeda motor ataupun mobil, makin cepat kendaraan dilarikan maka kendalinya akan makin sensitif. Maka seorang pembalap harus mempunyai reaksi yang lebih cepat dari pada seorang pengemudi mobil yang menjalankan mobilnya dalam keadaan normal.
Sebuah pesawat airliner normalnya mempunyai jangkauan kecepatan yang sangat lebar, contohnya pada waktu lepas landas dan mendarat kecepatannya adalah sekitar 150 knots, dan di ketinggian 31000 kaki kecepatannya sekitar 300 knots.  Jika penerbang tidak menggunakan auto pilot maka dia akan merasakan perbedaan yang sangat besar pada waktu mengendalikan pesawat terutama pada kecepatan tinggi. Pada kecepatan tinggi, sedikit gerakan batang kendali, akan menggerakkan pesawat dengan cepat, akibatnya kenyamanan dan keamanan akan berkurang. Control law yang ada di pesawat fly by wire akan mengatur sensitifitas sensor di batang kendali dan memberikan perintah yang sesuai pada aktuator dan penerbang akan merasakan sensitifitas yang sama di semua regim kecepatan.
Selain itu, pembuat pesawat seperti Boeing yang membuat B777 secara fly by wire yakin bahwa reaksi komputer lebih cepat dari reaksi seorang penerbang yang waspada sekalipun, sehingga luas dari sirip-sirip kendali bisa dikurangi karena gerakannya dikendalikan komputer. Sekali lagi hal ini mengurangi berat pesawat secara keseluruhan.
Fly By Wire
Kerusakan pada komputer
Bagaimana jika FCC rusak? Sebagai jantung dari sebuah pesawat, FCC tidak boleh rusak. Tapi hal ini tidak mungkin, karena semua buatan manusia bisa rusak. Cara mengatasinya adalah dengan membuat sistem yang Fault Tolerant. Caranya dengan redundancy, yaitu dengan membuat sistem cadangan yang berlapis. Contohnya sebuah pesawat Boeing 777 mempunyai 3 Primary Flight Control Computer (PFC, sama dengan yang sebelumnya kita sebut FCC). Dalam setiap PFC ini ada 3 kanal yang bekerja dengan identik untuk komputasi. Sehingga didapat total 9 kanal yang bekerja secara simultan.
Salah satu kanal atau PFC menjadi master yang mengendalikan pesawat, tapi kanal lain atau PFC lain tetap bekerja secara simultan dan hasilnya dibandingkan dengan kanal/PFC yang lain. Jika sebuah kanal rusak, maka sisanya tetap bekerja. Begitu pula jika sebuah PFC rusak total, masih ada 2 PFC lain.
Bagaimana jika sebuah FCC rusak tapi tidak mati total, dia hanya memberikan sinyal yang salah? Untuk mengatasi ini dibuat sebuah sistem “voting”. Telah disebutkan sebelumnya, sinyal hasil komputasi dari masing-masing FCC dibandingkan dengan hasil dari FCC lain. Jika sinyal dari sebuah FCC berbeda dengan 2 FCC lainnya, maka sinyal ini akan ditolak dan FCC yang bersangkutan akan dinyatakan rusak oleh sistem. Sistem voting ini diaplikasikan pada semua sistem kritikal yang ada pada pesawat udara sebagai bagian dari sistem yang Fault Tolerant.